KEUTAMAAN SHALAT TARAWIH (Malam Pertama) Oleh: Prof. Dr. K.H. Syarif, S.Ag.MA
Tatâwîh (تراويح) se-istiqaq dengan râhatun-ráhah yang di antara artinya rehat atau santai. Maka kata “istirahat” dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab yang berarti berhenti sejenak untuk santau atau tidak bekerja. Sesungguhnya shalat tarawih asalnya shalat yang dilakukan tidak menoton, tetapi sambil santai sehabis seharian lelah karena lapar berpuasa. Santai artinya seperti dikhabarkan dibeberapa riwayat bahwa nabi dan para shabat melaksanakan tarawih tidak sekaligus selesai, tetapi dikerjakan dua rekat berhenti sejenak baik untuk musyawarah agama atau untuk makan dan minum. Kemudian shalat lagi, dan begitu sampai jumlah rakaat selesai.
Bahkan sebelum khalifah Umar bin Khatthab shalat tarawih dilakukan sendiri-sendiri alias tidak berjamaah. Dari sisi keterangan awal zaman nabi dan shahabat Nabi Abu Bakar Assiddiq tidak berjamaah, maka shalat tatawih berjamaah bisa disebut bid’ah alabila berdasar definisi bid’ah yakni semua ibadah yang tidak dilakukan Nabi adalah bid’ah. Walau kemudian para ulama menjembatani untuk kedamaian dengan menggolongkan ke dalam bid’ah hasanah.
Pada kesempatan ini penulis akan menguraikan sebagian hikmah atau kebaikan dari shalat tarawih. Dalam kitab Durratun Nashihin dijelaskan secara lengkap mengenai keutamaan shalat tarawih di setiap malam, sepanjang bulan Ramadhan. Kitab ini sering sering disebut kitab fadlâilul ‘ibâdah, karena di dalamnya banyak diterangkan keutamaan-keutamaah ibadah, misalnya seperti yang akan penulis syarah secara berseri tentang shalat tarawih.
Disabdakan oleh Rasulullah Saw bagi siapa yang menjalankan puasa dan shalat tarawih di malam harinya maka kebaikannya
يخرج المؤمن من ذنبه في اول ليلة كيوم ولدته أمه
“mukmin itu keluar dari dosanya di malam pertama ramadhan seperti di hari dilahirkan ibunya — yakhruju al-mu’minu min dzambihî fî awwali lailatin kayaumi waladathu ummuhû”
Seperti bayi baru dilahirkan, artinya kebaikan atau pahala shalat tarawih pada malam pertama dosa mukmin yang melakukannya dibeesihkan. Sebenarnya ini gambaran betapa Allah sangat sungguh-sungguh mengguidance hambanya untku berpuasa dan shalat tarawih. Janji pahala besar ini juga menggambarkan betapa eratnya hubungan puasa dengan shalat tarawih. Karena dari awal ajaran disampaikan bahwa shalat itu pokok dari semua ibadah. Dengan shalat perbuatan keji dan mungkar dapat dicegah. “Innash shaláta tanhâ ‘anil fakhsyái wal munkar — sesungguhnya shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar”. Artinya puasa saja tidak cukup mencegah keburukan hawa-nafsu. Dalam Q.s. al-Baqarah/2:45 digambarkan bahwa kita dituntun untuk memohon pertolongan dengan shalat. “Wasta’înû bish shabri wash shalâti — minta tolonglah [kepada Allah] dengan sabar dan shalat”.
Dalam keterangan hadis juga disebutkan bahwa “pertama kali yang dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Jika baik shalatnya maka baiklah seluruh amalnya. Jika buruk shalatnya maka buruklah semua amalnya”.
Jadi, hadis dari fadlâil ‘ibâdah di atas bahwa puasa harus diparalelkan dengan pelaksanaan shalat tarawih. Artinya bisa disebut nihil faedah puasa seseorang jika tidak dibarengi dengan shalat tarawih. Makanya shalat tarawih dulu baru esoknya melakukan puasa. Karena shalat merupakan keranjang seluruh ibadah, tak terkeceuali puasa ramadhan. Jangan cerita pahala puasa secara maksimal jika meninggalkan shalat tarawih. Karena bisa jadi pahala puasanya tidak ada tempat penampungannya lalu tergantung antara langit dan bumi.
* Penulis adalah Guru Besar (Profesor) Ilmu Alquran dan Tafsir sekaligus Rektor IAIN Pontianak, dan juga sebagai Ketua PWNU Kalbar