Oleh: Prof. Dr. K.H. Syarif, S.Ag., MA
Berikut pahala bagi kita yang melaksanakan shalat tarawih di malam ke-tujuh. “wa fî al-lailati al-sâbi’ati fakaannamâ adraka mûsâ ‘alaihi al-salâm wa nashara ‘alâ fir’auna wa hâmâna — pada malam ketujuh, seakan-akan menemui zaman Nabi Musa AS dan menolongnya dari serangan Fir’aun dan Haman. Yakni nilai pahalanya seperti nilai jihadnya Nabi Musa menghadapi Fir’auan dan Haman.
Kalau kita lirik sejarah Nabi Musa as dari kecil memang unik dan sarat dinamika hidupnya. Nabi Musa as lahir di zaman di mana Firaun sedang memburu setiap anak laki-laki lahir untuk dibunuh. Ibu melahirkan dan menyembunyikan dari kejaran tentara firaun sehingga dihanyutkan di sungai nil. Dilalahnya setelah dihanyutkan malah berlabuh ditemukan oleh istri Firaun dan di asuh di dalam istananya. Kisahnya dengan firaum berakhir di tengah laut di mana firaun dan kaumnya ditenggelamkan oleh Allah.
Kisa Nabi Musa dan kaumnya di dalam kitab al-Quran diceritakan dalam 131 teks ayat. Singkat cerita, Musa dan Harun a.s. mendatangi Fir’aun, lalu mengatakan apa yang harus katakan, juga menyampaikan risalah yang ditugaskan kepada mereka, berupa: Seruan dakwah agar Fir’aun menyembah Allâh dan tidak menyekutukan-Nya; Musa a.s. meminta agar bani Israil dilepaskan dari tahanan, tekanan dan penindasannya; Musa a.s. meminta agar Fir’aun membiarkan bani Israil beribadah kepada Tuhan mereka seluas-luasnya, serta bebas bertauhid kepada-Nya, berdoa dan mematuhi semua perintah-Nya.
Mendengar dakwah dan permintaan ini, Fir’aun bukannya memenuhinya, bahkan sebaliknya, dia menyombongkan diri dan berbuat sewenang-wenang, serta memandang Musa as dengan pandangan yang menghina dan merendahkan sambil mengatakan. Hinaan disertai intimidasi dan kezhaliman yang harus diterima Nabi Musa as. Bisa kita bayangkan seorang Musa sebagai anak pungut yang bukan siapa-siapa, menjadi dewasa dan diutus oleh Allah di tengah-rengah raja gagah perkasa nan haus kekuasaan. Kepadanya ditunjukkan bukti kebenaran bahwa Nusa as adalah utusan Allah, seperti mengalahkan para ahli sihir firaun, dan mukjizat lainnya. Bukannya mempercayainya, firaun malah menyebut Musa as sebagai orang yang tak pandai balas budi.
Yang kita diberitahu dari ajaran tentang Jihad adalah bahwa jihad yang paling utama bagi umat Islam adalah menyampaikan kebenaran pada penguasa zalim. Pernyataan ini telah disampaikan Rasulullah SAW dalam hadisnya yang diceritakan Abu Sa’id Al Khudri: “Afdlalu al-jihádi kalimati ‘adlin ‘inda sulthânin jáir — Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR Abu Daud). Adapun Musa as menyampaikan kebenaran di hadapan firaun, betapa beratnya.
Karena beratnya perjuangan Nabi Musa as ini, maka Allah menempatkannya di jajaran 7 Nabi yang menghuni 7 lapis langit. Bahkan Nabi Musa as berada di posisi langit keenam setingkat di bawah Nabi Ibrahim as. Di langit pertama, Rasul bertemu Nabi Adam. Selanjutnya, di langit kedua Rasul bertemu Nabi Yahya dan Nabi Isa. Di langit ketiga, ia berjumpa dengan Nabi yusuf. Di langit keempat dan Rasul bertemu dengan Nabi Idris, sementara di langit kelima Ia berjumpa dengan Nabi Harun. Di langit keenam Rasul bertemu Nabi Musa, dan di lapisan langit ketujuh ia bertemu Nabi Ibrahim.
Tingkatan langitnya itu menunjukkan bahwa betapa besar ganjaran jihadnya Nabi Musa as. Di samping itu Nabi Nusa as adalah Nabi yang punya derajat istimewa “wakallamallâhu mûsâ taklîma”, ialah Allah bercakap-cakap langsung dengan Nabi Musa as. Nabi Musa as paling banyal disebut dalam kitab al-Quran yaitu 136 kali dalam 131 ayat. Nabi Musa as juga masuk dalam 5 Nabi Ulul Azmi.
Singkat narasi, betapa gembiranya kita yang dapat melaksanakan shalat tarawih malam ketujuh ramadhan hingga pahalanya disamakan dengan pahala jihadnya Nabi Musa as, dan dipandang seperti ikut jihad di zamannya, dan menolongnya melawan firaun.
Penulis adalah Guru Besar Ilmu al-Quran dan Tafsir sekaligus Rektor IAIN Pontianak. Juga sebagai Ketua PWNU Kalimantan Barat.