Oleh: Prof. Dr. K.H. Syarif, S.Ag.MA*
Di malam keenam shalat tarawih dicatatkan memiliki keistimewaan seperti berikut:
“wa fî al-lailati al-sâdisati a’thâhullahu ta’âlâ tsawâba man thâfa bi al-baiti al-ma’mûr wayastaghfiru lahú kullu hajarin wa madrin — pada malam keenam, Allah memberikan pahala seperti pahala malaikat yang tawaf di Baitul Makmur dan setiap batu dan tanah pun memintakan ampunan untuknya”.
Baitul Ma’mur adalah salah satu nama dari tiga belas nama pembinaan Baitullah yaitu ‘Arsy-kursi, Baitul ma’mur, Baitul ‘atiq, Baitur rahmân, Baitur rahîm, kayu tempat nabi musa bermunajat, batu tempat keluar onta zaman nabi shalih, terbit tiga tungku batu zaman nabi Nuh, jantung alam disebut dalam zabur, pusat bumi disebut dalam taurat, sunbu dunia disebut dalam injil, baitullah dizaman Nabi Muhammad, khaizullah disebut di zaman sekarang.
Dulu para malaikat thawaf di Baitul Ma’mur tempatnya masih di bawah sebelum kiamat nabi Nuh. Sekarang Baitul Ma’mur bertempat di atas setelah diangkat oleh Allah saat banjir zaman Nabi Nuh as. Gambaran malaikat thawaf di Baitul Ma’mur adalah gambaran bahwa ibadah malaikat itu maksimal pahalanya oleh karena, tingkat kekhusyu’an malaikat itu maksimal 99,99%. Mengapa demikian, karena malaikat tidak punya hawa-nafsu. Mengapa malaikat bisa tidak punya hawa nafsu? Karena malaikat tidak memiliki tubuh. Hawa-nafsu itu merupakan produk jasadiyah manusia, mengiringi asal kejadian insan pada tubuhnya. Malaikat digambarkan sebagai hamba yang tak pernah ingkar. Malaikat dalam bertugas digambarkan seperti ini,
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim 66: Ayat 6).
Karena ketiadaan hawa-nafsu pada dirinya itulah, maka tingkat kekhusyu’an malaikat itu maksimal. Karena tidak ada yang memaling malaikat dari menghadap Allah. Adapun jenis hawa-nafsu yang memalingkan itu adalah angan-angan, berupa pikiran liar tak menentu dan tak bisa fokus.
Itu sebabnya manusia tidak bisa seperti malaikat, karena manusia itu penuh hawa-nafsu. Manusia itu banyak angan-angan, pikirannya liar tak menentu. Apa pun dikhayalkan, misalnya saat shalat dan thawaf. Pekerjaan dan hidup puluhan tahun bisa selelesai dalam hitungan menit oleh angan-angan manusia dalam shalat.
Intinya, shalat tarawih pada malam keenam ramadlan disediakan pahala sebesar pahalanya malaikat thawaf di Baitul Ma’mur. Atau derajat ibadah kita disederajatkan dengan ibadahnya para malaikat ketika kita shalat tarawih di malam keenam ramadhan.
Penulis adalah Guru Besar Ilmu al-Quran dan Tafsir sekaligus Rektor IAIN Pontianak. Juga sebagai Ketua PWNU Kalimantan Barat.